Senin, 14 September 2009

Selalu ada kali pertama. Selalu ada Pelajaran Baru

Kegiatan sabtu kemarin merupakan kegiatan pertama saya sejak bergabung dengan KPBA (Kelompok Pencinta Bacaan Anak) awal tahun ini. Tiba pukul 8.50 di RSCM setelah mencari2 dari pintu masuk IGD dan terus menyisir gedung luar, sampailah saya di di Bangsal anak (masuk lewat pintu utama Timur RSCM yang berada di bagian ujung barisan gedung/ ujung sebelah kiri dari Pintu masuk IGD) sekitar pukul 09.00. Karena janjian untuk ketemu teman tim lain dan menyadari tak akan bisa dihubungi karena masalah Cell phone yang tiba2 rusak, maka saya menunggu dengan menyusuri lorong kelas III di lantai 2. Hampir 30 menit saya bolak balik menyusuri lorong, turun naik tangga menunggu lainnya dan mengamati apa yang saya lihat di balik kaca.

Sebelah kiri begitu naik tangga ada meja informasi yang kosong, mata menyergap ke pemandangan di depan mata. Dari balik kaca, saya lihat ibu2 banyak yang tertidur menunggu anak2 mereka yang - Masya Allah - bayi bayi!. Beberapa diantaranya berteman selang yang menempel di tangan, hidung. Ada sekitar 18-20 tempat tidur disini dan beberapa suster bergerak menuju satu dan lainnya... Saat itu saya tak yakin apa ini tempat yang tepat untuk mendongeng walaupun sudah diyakinkan oleh seorang petugas kebersihan. ” Ya bener dilantai ini, bu!”.

Lepas satu sisi kaca, dari ujung satunya saya telusuri sisi lainnya. Disini, tak beda jauh dengan sisi lainnya, yang saya lihat ada tulisan : infeksi. Ada juga perbedaan lainnya yang saya tak belum tau pasti apa memang ini bedanya : agak lebih besar pasiennya. Namun ternyata saya keliru karena belakangan saya tahu ada juga bayi di ruangan ini.

Pukul 09.30 an setelah bertemu rekan lainnya : Eli dan Rani (”Nina Yuliana nggak bisa hadir mbak, karena pecah ban motornya ”– demikan Eli menginformasikan), mereka langsung mengajak saya masuk ke ruangan yang terakhir saya amati. Ada 16 anak yang dirawat di bangsal ini dan kami langsung menyebar. Saya memilih untuk menerapkan”jurus mengunjungi pameran” : Ambil ujung kiri untuk menyusuri lainnya ke arah keluar.

Jadilah saya langsung menuju tempat tidur kiri paling ujung. Saya mendapati Nur Khadijah, 10 tahun sedang memegang pinsil dan buku dengan tatapan menerawang untuk kemudian segera membelakangi saya. Dari sisi kirinya, saya mengamati Nur dengan perasaan prihatin. Keliatannya saya tidak diterima dengan baik karena Nur sama sekali tak bereaksi ketika saya sapa - menanyakan ”kegiatan” yang sedang dia lakukan (Nur hanya terlihat menerawang ke satu titik) atau ketika saya usap punggungnya. Setelah saya bersihkan tempat tidurnya dari serpihan serutan pinsil, saya ”memaksa” untuk mengajaknya bicara dan mendekat disisinya sambil mengeluarkan buku ”Bintang Jatuh”. Saya buka dan Nur menatap saya untuk kemudian meraih buku itu. Nur dengan ”lenguhan panjangnya” menunjuk kaca. Ada perempuan muda dibalik kaca - tersenyum. Kami lanjutkan membuka halaman sambil terus bercerita (sama sekali masih nggak yakin apa cerita saya didengarnya tapi saya melihat Nur menatap saya dan buku bergantian, jadi saya coba teruskan). Kemudian, datang Ibu yang tadi ditunjuk Nur. Ibu gadis kecil ini menjelaskan kalau anaknya memang tak dapat bicara walaupun dapat dipastikan dapat mengerti apa yang sedang dibicarakan orang lain. Ibu ini bercerita tentang Nur yang mengidap penyakit jantung dan sudah 1 bulan dirawat. Dengan memakai singlet dan celana dalam, dengan perut buncit dan badan yang terlihat seperti kulit membungkus tulang, Nur memang terlihat sangat sakit. Sementara saya berbincang dengan ibunya, Nur tiba2 menarik tangan saya dengan sangat kuatnya menuntun ke halaman yang terbuka lebar, membuat saya kaget. ”Minta dijelasin, tuh!”, kata sang ibu. Jadilah, kami asyik mengamati isi buku, dengan sesekali tangan saya ditepuknya, atau ditariknya, atau ditepuk2 bukunya.....

Pelajaran pertama : Komunikasi memang nggak harus pakai kata.

Komunikasi kami selesai ketika Nur memberi tanda mau pipis. Saya meninggalkannya dan berjanji akan datang lagi setelah menengok teman lainnya.

Kemudian saya mendatangi tempat tidur disebelahnya dan menemui Bimo (?), bocah berumur 5 tahun yang sedang tertidur dengan mata kiri terbalut kassa tebal dan hidung tertutup masker. Saya hanya dapat berkesempatan berbincang dengan sang ibu yang juga mengikuti ”komunikasi saya dengan Nur”. Ibu Bimo bercerita, Bimo baru saja dioperasi akibat tumor mata. RSCM merupakan tempat rujukan dari RS Bengkulu, tempat asal Bimo. Menurutnya, Bimo sudah lama berobat jalan di Bengkulu dan sudah 2 bulan ini mereka menginap di rumah seorang teman di Jakarta selama Bimo dirawat. Sayangnya Bimo tidur (yang kata sang ibu akan sangat lama, sampai waktunya makan siang). Benar2 sayang, karena menurut sang ibu sebenarnya Bimo sedang menunggu kami......

Saya pamit pindah ke tempat tidur sebelah dan menemui Safira, 17 bulan yang mengidap kanker darah dan sudah 3 bulan (untuk 3 bulan kedepan masih perlu menetap di rumah sakit). Safira sangat lincah dan langsung tertawa ketika saya memainkan tangan saya yang mengeluarkan bunyi2an. ”Ada kodok lompat! Mau lihat? Ceplok ceplok!!”. Tangan saya dibuka dengan tangan mungilnya. ”Nggak ada!!!!..” Kemudian kami bermain boneka yang ada di tempat tidur. Ketika saya berkata : ”sayang nggak bawa foto ya, anak ibu cantik sekali!”, sang ibu bersemangat mengeluarkan foto2 Safira dengan artis2 sinetron yang minggu lalu sempat berkunjung. Saya untuk beberapa lamanya sambil bermain dengan Fira, mendengarkan sang Ibu bercerita dan bercerita... sampai tiba saatnya Fira minum obat.

Pelajaran kedua : rupanya, tak hanya anak yang butuh di dongengi. Sang Ibu juga butuh teman bicara... (Tak apa bu, saya punya waktu untuk ibu).

Bed ke empat. Gadis kecil berusia 2.5 tahun saya dapati ditemani ibunya yang sedang duduk kelelahan. Maaf, saya lupa menanyakan namanya. Sebut saja CANTIK. Cantik kelihatan sangat sakit dengan selang dihidung, di tangan kanan, dengan luka yang menghitam dikaki kurus kanan kirinya dan bibirnya, dengan titik titik titik merah di sekujur tubuhnya. Cantik akan di periksa senin besok karena ada kelainan pada darahnya. Ketika sang ibu pergi dipanggil suster untuk mengurus cairan infus yang hampir habis, saya mencoba meraih tangan Cantik dan tak mendapat respon. Dengan Yana-lah, kakak Cantik yang sudah duduk di kelas 3 saya berbincang. Menurut Yana, dirumah Cantik memang jarang berlari, hanya berdiri ketika kakaknya bermain, hanya bicara ”bisik!” (dari berisik!) ketika kakaknya bermain. Saya mencoba menyanyikan lagu kesenangannya dan menyentuh tangannya sementara kakaknya ikut bernyanyi sambil memainkan pinsil2 hias yang diberikan oleh Eli. Menurut Yana, ini dia lagu kesayangannya: Eh ujan gerimis ajeeee.......

Saya kemudian pamit karena mendapat tanda tanda dari Eli dan Rani, setelah sebelumnya memenuhi janji untuk kembali mendatangi Nur Khadijah, guru saya hari itu yang mengajarkan hal penting: Komunikasi kadang tak perlu kata....

Tak seperti Eli dan Rani yang berhasil mendongeng (sesuai misi kami), hari itu saya merasa sangat ”egois”, memanfaatkan mereka untuk mendapat pelajaran berharga dari mereka akan pentingnya sehat. Lain kali, saya akan menargetkan mendongeng lebih banyak seperti Eli yang sempat mendongeng Serangga dan Siput; Peneliti Serangga; Si Kadal Merah; dan Origami Kelinci sementara Rani menceritakan Dongeng Puzzle; Origami Kelinci; Tunjur; Si Kecil Berjalan jalan dan Aku Adalah Istimewa.

Ya, Insya Allah lain kali akan saya perbaiki. Tunggu saya!.

Tags: | Edit Tags

Sunday April 1, 2007 - 07:42pm (PDT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar