Rabu, 16 September 2009

HIDUP DAN KARTU

Kemarin, dalam bincang santai sore kami, Dayu menceritakan kondisi teman wartawan kami yang terdiagnosis kanker paru stadium 4. Sepulang dari China untuk jalani pengobatan herbal selama 3 minggu, teman kami divonis (dengan kacamata dokter China) hanya memiliki kesempatan hidup 6-7 bulan kedepan.

Tapi,
Teman kami tersebut bahkan nggak tau berita ini, sementara kami diluar bebas membicarakannya dengan teman2 kami lainnya.

Aku bereaksi dengan mengatakan, andai aku jadi dia, aku berhak tau apa yang terjadi dalam tubuhku. Dan ya, alhamdulillah aku ”mendapatkan hak” ku. Mengetahui apa yang terjadi, kemungkinan2 apa yang terjadi, planning pengobatan seperti apa dan obat2 apa yang masuk pada tubuhku. Semua brosur ttg obat aku simpan untuk tau kontra indikasinya.

Aku, kataku pada Dayu dan Noe, berusaha selalu mencari tau apa yang terjadi. Aku bahkan sudah tau aku terkena kanker payudara masuk stadium 3 bulan Januari, sebelum di diagnosis dokter, lewat pencarian di internet dan menterjemahkannya dengan kondisi tubuh. Waktu akhirnya di diagnosis 3C pd 12 januari 2008, air mata mengalir perlahan sementara dokter menjelaskan kenapa disebut stadium 3 kenapa disebut stadium C, sedih, tapi aku udah nggak terkejut lagi. Dan aku menerimanya.

Perkataan dokter hanya merupakan konfirmasi dari pengetahuan awamku. Bahkan waktu aku datang lagi ke dokter 16 Agustus 2008, setelah aku melarikan diri ke pengobatan herbal aku sudah siap divonis akan ”naik stadium”. Dan betul, aku sudah masuk stadium IV (terakhir). Seperti pada saat pertama, sedih, tapi udah nggak terkejut.

Kembali ke masalah pasien, pengetahuan akan apa yang sedang dan akan terjadi merupakan persiapan diri, baik fisik maupun mental yang bersangkutan. Waktu aku merasa sangat kesakitan dengan pengobatan radiasi dan kemoterapi dan segala efeknya yang ”wow”, aku seperti nggak punya kesempatan mengeluh. Buat apa? Mengeluh nggak memperbaiki keadaan. Yang kita bisa lakukan cuma mengkondisikan bahwa kita bisa menerima kesulitan/ujian dengan segala efeknya. Karena memang pengobatan A berakibat samping A’, misalnya. Semua yang menjalani akan mengalami itu, dan itu berarti, bukan aku satu2nya yang mengalami akibat samping tersebut.

Menurutku, pengetahuan sekecil apapun sangat penting, untuk bisa menentukan sikap yang bisa kita keluarkan - sebagai ”panduan menyenangi setiap keadaan”.
Analogi hidup, secara sederhana seperti bermain kartu.
Kita sudah mendapatkan kartunya,
Tinggal bagaimana kita memainkannya.


Kadang nggak mudah, tetapi (sekali lagi) kita bisa memainkannya.

If it is to be
It is up to me.
Semua terserah kita
Mau menang, mau kalah, itu soal nanti.
Itu bukan urusan kita.
Sudah ada yang mengurus soal itu.

Dan hasil akhir seperti juga semua prosesnya, adalah Skenario NYA.
Pasti yang terbaik buat kita.
Jadi, tenang sajalah..

We do our best
GOD do the rest

Tags: | Edit Tags

Tuesday March 31, 2009 - 09:20pm (PDT)

1 komentar:

  1. SETUJU Nit.......kadang kondisi pasien spt 'disembunyikan' dr yg bersangkutan for some reasons...... karena gak semua orang punya knowledge bagus, tabah & kuat seperti kamu. Kalau Alee malah mungkin milih DON'T LET ME KNOW WHATS GOING ON ; offcourse if it is bad..... hihihi...bukannya curang cuma I know myself very well so I better pass the news:)

    BalasHapus